Yang termasuk dalam jenis kata ini
adalah segala kata yang dipakai untuk menggantikan kata benda atau yang
dibendakan. Pembagian Tradisional menggolongkan kata-kata ini ke dalam suatu
jenis kata tersendiri. Ketentuan ini tidak dapat dipertahankan dari segi
structural, karena kata-kata ini sama strukturnya dengan kata-kata benda
lainnya. Oleh karena itu dalam usaha mengadakan pembagian jenis kata yang baru
kita akan menempatkannya dalam suatu posisi yang lain dari biasa.
Kata-kata ganti menurut sifat dan fungsinya
dapat dibedakan atas:
1. Kata Ganti Orang atau Pronomina
Personalia
Kata Ganti Orang dalam bahasa
Indonesia adalah:
Tunggal Jamak
Orang I :
aku kami, kita
Orang II :
engkau kamu
Orang III : dia mereka
a. Untuk orang I
Untuk orang pertama tunggal, guna
menyatakan kerendahan diri dipakai kata-kata hamba, sahaya (Sansekerta:
pengiring, pengikut), patik, abdi. Sebaliknya intuk mengungkapkan
suasana yang agung atau mulia maka kata kami yag sebenarnya digunakan
untuk orang pertama jamak dapat dipakai pula untuk menggantikan orang pertama
tunggal. Ini disebut pluralis majestatis.
b. Untuk orang II
Untuk orang kedua tunggal dipakai paduka
(Sansekerta: sepatu), tuan, Yang Mulia, saudara, ibu, bapak, dan
lain-lain. Semuanya itu dipakai untuk menyatakan bahwa orang yang kita hadapi
jauh lebih tinggi kedudukannya daripada kita. Kata kamu yang sebenarnya
merupakan kata ganti orang kedua jamak dipakai pula sebagai pluralis
majestatis untuk menggantikan orang kedua tunggal. Tetapi pada masa
sekarang ini nilai keagungan itu sudah tidak terasa lagi, karena terlalu sering
dipakai.
c. Untuk orang III
Untuk orang ketiga dipergunakan juga
kaata-kata beliau, sedang bagi yang telah meninggal dipakai kata mendiang,
almarhum atau almarhumah.
2. Kata Ganti Kepunyaan atau
Pronomina Posesif
Kata ganti kepunyaan adalah segala
kata yang menggantikan kata ganti orang dalam kedudukan sebagai pemilik: -ku,
-mu, -nya, kami, kamu, mereka. Sebenarnya pembagian ini dalam bahasa
Indonesia tidak diperlukan sebab yang disebut kata ganti kepunyaan itu sama
saja dengan kata ganti orang dalam fungsinya sebagai pemilik. Dalam fungsinya
sebagai pemilik ini, kata-kata tersebut mengambil bentuk-bentuk ringkas dan
dirangkaikan saja di belakang kata-kata yang diterangkannya.
bajuku
= baju aku
bajumu
= baju engkau
bajunya
= baju n + ia
Bentuk-bentuk ringkas ini yang
diletakkan di belakang sebuah kata disebut enklitis . Bentuk enklitis
ini dipakai juga untuk menunjukkan fungsi kata ganti orang, bila kata ganti
orang itu menduduki jabatan obyek atau mengikuti suatu kata depan:
padaku,
padamu, padanya, bagiku, bagimu, baginya, dan
lain-lain.
Apabila bentuk-bentuk ringkas itu
dirangkaikan di depan sebuah kata disebut proklitis , misalnya kupukul,
kaupukul.
Di atas telah disinggung bahwa apa
yang dinamakan kata ganti kepunyaan itu dalam bahasa Indonesia tidak pelu ada.
Bahwa dalam bahasa Yunani-Latin terdapat konsepsi ini, hal itu sejalan dengan
struktur bahasa-bahasa tersebut. Sebagai contoh, kata saya dalam bahasa
Latin adalah ego dengan mengambil bermacam-macam bentuk sesuai dengan
fungsinya dalam kalimat: ego, mei, mihi, me; tetapi dalam fungsinya
sebagai pemilik terdapat bentuk meus, yang akan mengambil semua bentuk
sebagai kata-kata sifat sesuai dengan kata benda yang diikutinya: meus, mei,
meo, dan lain-lain. Jadi kata meus memiliki deklinasi tersendiri.
Bahasa Indonesia tidak demikian. Dalam segala hal kata saya, misalnya,
tetapi tidak berubah: saya berjalan, abang memukul saya, ia memberi sebuah
buku kepada saya, ia mengambil buku saya, dan sebagainya. Kata saya dalam
buku saya tidak mengurangi pengertian kita bahwa kata itu adalah
pengganti orang dengan fungsi sebagai pemilik sesuatu.
Kata
Ganti atau Pronomina
Yang termasuk dalam jenis kata ini
adalah segala kata yang dipakai untuk menggantikan kata benda atau yang
dibendakan. Pembagian Tradisional menggolongkan kata-kata ini ke dalam suatu
jenis kata tersendiri. Ketentuan ini tidak dapat dipertahankan dari segi
structural, karena kata-kata ini sama strukturnya dengan kata-kata benda
lainnya. Oleh karena itu dalam usaha mengadakan pembagian jenis kata yang baru
kita akan menempatkannya dalam suatu posisi yang lain dari biasa.
Kata-kata ganti menurut sifat dan
fungsinya dapat dibedakan atas:
1. Kata Ganti Orang atau Pronomina
Personalia
Kata Ganti Orang dalam bahasa
Indonesia adalah:
Tunggal Jamak
Orang I :
aku kami, kita
Orang II :
engkau kamu
Orang III : dia mereka
a. Untuk orang I
Untuk orang pertama tunggal, guna
menyatakan kerendahan diri dipakai kata-kata hamba, sahaya (Sansekerta:
pengiring, pengikut), patik, abdi. Sebaliknya intuk mengungkapkan
suasana yang agung atau mulia maka kata kami yag sebenarnya digunakan
untuk orang pertama jamak dapat dipakai pula untuk menggantikan orang pertama
tunggal. Ini disebut pluralis majestatis.
b. Untuk orang II
Untuk orang kedua tunggal dipakai paduka
(Sansekerta: sepatu), tuan, Yang Mulia, saudara, ibu, bapak, dan
lain-lain. Semuanya itu dipakai untuk menyatakan bahwa orang yang kita hadapi
jauh lebih tinggi kedudukannya daripada kita. Kata kamu yang sebenarnya
merupakan kata ganti orang kedua jamak dipakai pula sebagai pluralis
majestatis untuk menggantikan orang kedua tunggal. Tetapi pada masa
sekarang ini nilai keagungan itu sudah tidak terasa lagi, karena terlalu sering
dipakai.
c. Untuk orang III
Untuk orang ketiga dipergunakan juga
kaata-kata beliau, sedang bagi yang telah meninggal dipakai kata mendiang,
almarhum atau almarhumah.
2. Kata Ganti Kepunyaan atau
Pronomina Posesif
Kata ganti kepunyaan adalah segala
kata yang menggantikan kata ganti orang dalam kedudukan sebagai pemilik: -ku,
-mu, -nya, kami, kamu, mereka. Sebenarnya pembagian ini dalam bahasa
Indonesia tidak diperlukan sebab yang disebut kata ganti kepunyaan itu sama
saja dengan kata ganti orang dalam fungsinya sebagai pemilik. Dalam fungsinya
sebagai pemilik ini, kata-kata tersebut mengambil bentuk-bentuk ringkas dan
dirangkaikan saja di belakang kata-kata yang diterangkannya.
bajuku
= baju aku
bajumu
= baju engkau
bajunya
= baju n + ia
Bentuk-bentuk ringkas ini yang
diletakkan di belakang sebuah kata disebut enklitis . Bentuk enklitis
ini dipakai juga untuk menunjukkan fungsi kata ganti orang, bila kata ganti
orang itu menduduki jabatan obyek atau mengikuti suatu kata depan:
padaku,
padamu, padanya, bagiku, bagimu, baginya, dan
lain-lain.
Apabila bentuk-bentuk ringkas itu
dirangkaikan di depan sebuah kata disebut proklitis , misalnya kupukul,
kaupukul.
Di atas telah disinggung bahwa apa
yang dinamakan kata ganti kepunyaan itu dalam bahasa Indonesia tidak pelu ada.
Bahwa dalam bahasa Yunani-Latin terdapat konsepsi ini, hal itu sejalan dengan
struktur bahasa-bahasa tersebut. Sebagai contoh, kata saya dalam bahasa
Latin adalah ego dengan mengambil bermacam-macam bentuk sesuai dengan
fungsinya dalam kalimat: ego, mei, mihi, me; tetapi dalam fungsinya
sebagai pemilik terdapat bentuk meus, yang akan mengambil semua bentuk
sebagai kata-kata sifat sesuai dengan kata benda yang diikutinya: meus, mei,
meo, dan lain-lain. Jadi kata meus memiliki deklinasi tersendiri.
Bahasa Indonesia tidak demikian. Dalam segala hal kata saya, misalnya,
tetapi tidak berubah: saya berjalan, abang memukul saya, ia memberi sebuah
buku kepada saya, ia mengambil buku saya, dan sebagainya. Kata saya dalam
buku saya tidak mengurangi pengertian kita bahwa kata itu adalah
pengganti orang dengan fungsi sebagai pemilik sesuatu.
3. Kata Ganti Penunjuk atau
Pronomina Demonstratif
Kata Ganti Penunjuk adalah kata-kata
yang menunjuk dimana terdapat suatu benda. Dalam masyarakat bahasa Melayu Lama,
atau lebih dahulu lagi, seharusnya orang mengenal tiga macam kata ganti
penunjuk:
- Menunjuk sesuatu di tempat pembicara : ini
- Menunjuk sesuatu di tempat lawan bicara : itu
- Menunjuk sesuatu di tempat orang ketiga : *ana.
enunjukan benda pada tempat orang
ketiga pada waktu sekarang disamakan saja dengan penunjukan pada tempat orang
kedua yaitu dengan mempergunakan kata itu. Berdasarkan perbandingan
dengan beberapa bahasa Daerah, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kata *ana
untuk menunjukkan benda pada tempat orang ketiga harus ada pada jaman dahulu,
seperti pada bahasa Jawa misalnya, ketiga bentuk itu masih ada: iki, iku,
ika. Penunjukan pada tempat orang ketiga dalam bahasa Indonesia lama
kelamaan mundur atau kurang dipergunakan, akhirnya hilang sama sekali dari
perbendaharaan bahasa Indonesia. Walaupun demikian kita masih menemukan residu
dalam pemakaian sehari-hari, seperti: sana, sini, situ.
4. Kata Ganti Penghubung atau
Pronomina Relatif
Kata Ganti Penghubung ialah kata
yang menghubungkan anak kalimat dengan suatu kata benda yang terdapat dalam
induk kalimat. Fungsi kata ganti penghubung antara lain:
- Menggantikan kata benda yang terdapat dalam induk kalimat.
- Menghubungkan anak kalimat dengan induk kalimat.
Kata Ganti Penghubung dalam bahasa
Indonesia yang umum diterima adalah yang. Dalam sejarah
pertumbuhan bahasa Indonesia kata yang mula-mula tidak mempunyai fungsi
relatif seperti sekarang. Dahulu yang hanya berfungsi sebagai penentu
atau penunjuk. Lambat laun fungsi-fungsi itu menghilang dan nyaris
tidak dirasakan lagi. Walaupun demikian masih terdapat residu-residu dungsi
tersebut dalam pemakaian kita sehari-hari:
Yang buta dipimpin
Yang lumpuh diusung
Ia berkata kepada sekalian yang hadir
Yang besar harus
memberi contoh kepada yang kecil.
Kata yang sebenarnya
terbentuk dari kata ia (sebagai penunjuk) dan ng sebagai penentu.
Ia sebenarnya adalah kata ganti orang ketiga tunggal yang juga
dipergunakan sebagai penunjuk, serta unsure ng itu biasa dipergunakan
dalam bahasa Indonesia Purba dengan fungsi penentu. Dengan demikian fungsi yang
sejak dari awal perkembangannya hingga sekarang dapat diurutkan sebagai
berikut:
- Sebagai penunjuk
- Sebagai penentu (penekan)
- Sebagai penghubung dan pengganti
Selain kata yang, terdapat
lagi satu kata ganti penghubung yang lain, yang benar-benar bersifat Indonesia
asli, terutama bila menggantikan suatu keterangan atau tempat, yaitu kata tempat.
Karena pengarug bahasa-bahasa Barat, orang sering lupa akan kata ganti
penghubung ini, serta menterjemahkan ungkapan-ungkapan asli dengan kata-kata
yang sebenarnya tidak sesuai dengan selera bahasa Indonesia, misalnya:
Rumah di mana kami tinggal
Lemari di dalam mana saya menyimpan
buku
Kalimat-kalimat di atas akan terasa
lebih baik bila dikatakan:
Rumah tempat kami tinggal
Lemari tempat saya menyimpan buku
Jadi, kita tidak perlu mengikatkan
diri kepada konstruksi-konstruksi asing yang tidak sesuai dengan jalan bahasa
Indonesia. Fungsi kata tempat sebagai penghubung tampak jelas dari
contoh-contoh di atas. Di samping itu kita tidak perlu terikat kepada satu
konstruksi, tetapi bias mencari variasi-variasi lain tetapi yang asli
Indonesia.
5. Kata Ganti Penanya atau Pronomina
Interogatif
Kata Ganti Penanya adalah kata yang
menanyakan tentang benda, orang atau sesuatu keadaan. Kata Ganti Penanya dalam
bahasa Indonesia adalah:
- Apa : untuk menanyakan benda
- Siapa : (si + apa) untuk menanyakan orang
- Mana : untuk menanyakan pilihan seseorang atau beberapa hal atau barang.
Kata-kata Ganti Penanya di atas
dapat dipakai lagi dengan bermacam-macam penggabungan dengan kata-kata depan,
seperti:
dengan apa dengan siapa dari mana
untuk apa untuk siapa ke mana
buat apa k kepada siapa
Selain dari kata-kata tersebut ada
pula kata-kata ganti penanya yang lain bukan menanyakan orang atau benda tetapi
menanyakan keadaan, perihal dan sebagainya:
mengapa bagaimana
berapa kenapa (pengaruh bahasa Jawa)
6. Kata Ganti Tak Tentu atau
Pronomina Indeterminatif
Kata Ganti Tak Tentu adalah
kata-kata yang menggantikan atau menunjukkan benda atau orang dalam keadaanyang
tidak tentu atau umum, misalnya:
masing-masing siapa-siapa seseorang
sesuatu barang para
salah (salah satu…)
Kata barang dalam bahasa
Melayu Lama masih mempunyai peranan yang cukup penting karena masih sering
digunakan:
Barang siapa melanggar peraturan harus
ditindak tegas
Barang apa yang dikerjakannya pasti
berhasil
Berilah aku barang sedikit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar