whyta.atri

Sabtu, 19 Mei 2012

CERITA RAKYAT TOLAKI YANG BERJUDUL “ PASAENO”



        La’ito o’aso otembo anolako i Wesande me’onaha anotekoni moko’uono. Lako’ito lumolambua meopolaha iwoi, mano tano onggiki hae itomo iwoi. Ieto bara sinuano iwoi la inetawa toho. Mahio’ito nomoko’uono to’oto notehanungge noiwoi ine tawa ano ale uminu’i.
         Ietoka bara ona nggiro’o ano mendia i Wesande. Te’embe hae tano langgi wawo rapu. Ropendutulu’ito ona tono dadio nomosa’ato gau-gauno, pinokomendia. Mano lala’ieto i Wesande nopehapu, ki’oki no’ari medulu’ako langgai, ano tekoni mendia, ieika no’ari mo’inu iwoi ine tawa ndoho, laha’ano lako me’onaha, mano tanionggi parasaea’i.
            Lakonoto i Wesande meotonao, te’eni, “ako ambato ari medulu’ako langgai akumendia, ma, kekupe’ana ma nggo ieto wawo’aku, akutomate sumurundia. Ie keno ta ieki, ma, akuki melai ndoro, kekila barakano ananggu matu oleo peromboi.”
Mano mbako i Wesande meotonao tano pinarasea. Pinotuha’ito ari laikano peohaino lako pinelaika’ako i ahoma anopo’ia dowo sambe ano pe’ana dowo. Sina ropembodea’i Wesande nope’anato ronga salama’ika iepo ona aro la iha-iha mbebarasaea’i notano pinoko-mendiaki.
            Elengua’iropo mbebarasaea’i notudu ona ari lahuene bangga-bangga la lako umula’i mbera parewa mbesosambakaino anano i Wesande. Ieto la lako wawe’i nggiro’o obangga no’amano anano i Wesande, ari i wawo sangia.
           Ieto la lako niawono nopetuha amano, watu mbeosambakai, pingga mbebahoano anano. Ari’ipo ona anano i Wesande sinosambakai iepo ona amano nopondamoke tamono anano ieto bara i Pasa’eno.           
Mbesobairoto ona tono dadio ako ine amano i Pasa’eno nosangia toude, ronga lako kei Pasa’eno no’ana sangia. Sambe ingoni oleo laha’iroika nggiro’oro parewa mbesosambaino i Pasa’eno. I Pasa’enoto ona ni’ino mbepuearo mbera tono tinamoako tano anakia, tano o’ata.

Arti dalam bahasa indonesia:
Pasa,eno
            Pada suatu hari pergilah Wesande mengambil daun pandan di hutan. Ketika ia mengambil daun pandan, tiba-tiba dirinya merasa kehausan. Ia lalu mencari air, tetapi ia tidak menemukannya. Konon air yang ditemukannya adalah air otoho (sejenis pohon yang subur).
           Karena merasa sangat kehausan, maka ia tidak peduli lagi sumber air yang diminumnya. Akibat air yang diminumnya itu, tiba-tiba ia kemudian menjadi hamil. Berhubung ia tidak berstatus sebagai istri orang, maka dituduhlah ia oleh masyarakat sekampung bahwa dirinya telah dihamili. Tetapi Wesande selalu menyangkalnya bahwa dirinya tidak pernah bersama dengan seorang lelaki, hanya karena ia pernah meminum air di daun ketika mengambil daun pandan. Namun orang-orang sekampung tidak mempercayainya.
           Kemudian Wesande mengutuk dirinya dengan berkata bahwa “jika benar aku telah bersama dengan lelaki yang menyebabkan aku hamil, maka apabila aku melahirkan, itulah yang akan merenggut nyawaku, namun jika bukan, maka aku akan selamat berumur panjang dan anakku akan menjadi orang yang mubarak di kemudian hari.”
          Meskipun Wesande telah mengutuk dirinya dengan bersumpah, tetapi tidak ada seorang pun yang mempercayainya. Diusirlah dirinya dari rumah keluarganya dan dibuatkanlah rumah di tengah hutan, lalu ia tinggal seoarang diri hingga melahirkan.
           Setelah masyarakat mendengar bahwa Wesande telah melahirkan dengan selamat, barulah mereka percaya jika dirinya tidak dihamili. Mereka pun semakin percaya ketika turun dari langit sebuah perahu yang memuat segala peralatan upacara permandian bayi Wesande. Perahu tersebut dibawah oleh ayah anak Wesande yang berasal dari kayangan.
           Peralatan yang dibawanya ketika ia turun adalah batu alat untuk memandikan Si bayi, dan piring besar sebagai tempat memandikannya. Setelah bayi Wesande dimandikan, barulah mereka memberi nama bayi itu dengan nama Pasa’eno.
          Masyarakat sekampung kemudian menyembah kepada ayah Pasa’eno sebagai dewa nyata serta terhadap Pasa’eno sebagai anak dewa. Peralatan mandi bayi Pasa’eno  masih ada. Pasa’eno inilah yang dikenal sebagai nenek moyang dari mereka yang tergolong kaum bukan bangsawan dan bukan pula budak.



1 komentar: